Jakarta, (puterariau.com)
Surat Edaran Dewan Pers yang ditandatangai Ketua Dewan Pers Yosep Adhi Prasetyo, yang menuduh organisasi pers lain sebagai penumpang gelap kebebasan pers, dinilai sangat melukai insan pers nasional.
Surat edaran itu seakan memperlihatkan kepanikan dan kegalauan dari Dewan Pers itu sendiri. Apalagi adanya rumor yang menyebut bahwa sejumlah wartawan sedang mencari aliran dana yang telah digelontorkan pada Dewan Pers, seperti terlihat dari beberapa komentar wartawan dalam status media sosial.
Dalam surat edaran yang ditujukan ke instansi maupun lembaga pemerintah yang menuduh Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOIN), Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Ikatan Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK) dan lain-lain sebagai organisasi yang tidak dikenal, dinilai melecehkan institusi pers yang dilindungi konstitusi dan perundang-undangan.
Menyikapi surat edaran tersebut, Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Suriyanto PD mengecam tindakan Dewan Pers yang dinilai semena-mena terhadap organisasi pers lain yang bukan sebagai konstituennya. Diungkapkan Suriyanto, tindakan arogansi Dewan Pers bisa memicu perpecahan di kalangan pers nasional, sekaligus memberangus pertumbuhan pers itu sendiri.
“Saya sangat mengecam pernyataan Dewan Pers yang diskriminatif dan tidak berdasar ini. Dengan edaran tersebut sama artinya Dewan Pers telah membunuh puluhan ribu media, yang seharusnya dilindungi dan dibina. Saya minta Pemerintah turun tangan, karena puluhan ribu media dan ribuan wartawan adalah putra putri bangsa, yang ingin memajukan bangsa dan negaranya lewat karya-karya jurnalistik. Jangan sampai hal ini terjadi,” kata Suriyanto, Sabtu (28/7/2018).
Diungkapkan Suriyanto, Dewan Pers telah nyata-nyata tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengayom pers nasional. Hanya untuk kepentingan kelompoknya, menghalalkan segala cara memberangus organisasi pers lain dan media-media yang tidak terverifikasi. Padahal tupoksi dewan pers adalah pembinaan, bukan memverifikasi dengan aturan-aturan yang tidak masuk akal.
“Organisasi pers lain serta media-media itu perlu pembinaan dari Dewan Pers, yang berdiri atas nama undang-undang. Bila tidak ada anggaran pembinaan, Dewan Pers bisa memohon kepada Negara. Masalahnya sekarang mau membina atau tidak ? Bila pembinaan sudah dilakukan, silakan membuat aturan dan edaran yang berimbang dan bisa dipertanggung jawabkan. Media UKM jangan disamakan dengan media kapitalis. Justru media UKM inilah penyumbang yang baik bagi bangsa ini melalui karya jurnalistik,” tandasnya.
Suriyanto mengingatkan Ketua Dewan Pers Yosep Adhi Prasetyo untuk bertindak arif sebagai layaknya pembina pers, jangan bertindak arogan dengan menggunakan bahasa preman yang menuduh organisasi lain maupun media yang tidak terverifikasi sebagai abal-abal.
“Perilaku dan tindakan Dewan Pers ini tidak bertanggung jawab, terkesan cuci tangan dan tidak menjalankan tupoksinya sesuai UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Ini zaman pers modern yang menganut demokrasi bukan jaman pers terpimpin dan otoritarian. Harus dibedakan. Jangan sembarangan bicara karena hal ini melanggar kedaulatan pers nasional bangsa ini,” pungkasnya. (beni/fadil/pr)