Jakarta, (puterariau.com)
Gede Suratha, Sekretaris Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Departemen Dalam Negeri mengatakan bahwa masih ada 9 juta penduduk yang belum melakukan rekam KTP elektronik yang seharusnya sudah tuntas pada tahun 2014 lalu, dan ada 1,9 juta yang rekam KTP elektronik ganda.
Terungkapnya skandal KTP elektronik yang melibatkan pejabat sebelumnya telah membuat pihaknya takut bekerja apabila mengulangi kejadian yang serupa.
"Saya sebagai kuasa pengguna anggaran serta pengelola uang dan barang, telah membuat kebijkan baru dengan memutuskan 'cut off' buat semua peserta tender yang lama, agar perekaman KTP elektronik bisa tuntas sesuai dengan anggaran yang akan disetujui oleh Komisi II," katanya.
"Jelas kerja kami sempat terganggu makanya blangko e-KTP sempat kosong diganti dengan surat keterangan elektronik KTP atau Suket yang datanya terekam di Dirjendukcapil," beber Gedhe.
Dengan data base dan servernya berada di Batam, Kepri. Kantor Mendagri di Jalan Merdeka Utara, Jakarta dan Kantor Dirjen Dukcapil di Kalibata, Jakarta.
Kebijakan yang diambil tersebut telah disetujui oleh Menteri Dalam Negeri. "Ini terbukti saya tidak digeser dari posisi saya yang sekarang," ungkap Gede Suratha saat berdiskusi dengan tema legislasi di Gedung DPR RI Jakarta Kamis lalu (28/9/2017).
Sampai kini Pemerintah belum akan memberikan sanksi bagi penduduk yang rekam e-KTP ganda meski aturan sanksinya memang sudah diatur dalam UU Kependudukan.
Terkait dengan kelebihan jumlah penduduk di Kabupatean Bogor sebanyak 500 ribu yang tidak sesuai dengan data KTP elektronik. Dikatakan, awalnya berjumlah 4,3 juta warga, setelah disisir menjadi 3,8 juta warga.
"Masalahnya sekarang sudah selesai setelah kami mengundang Kepala Dinas terkait," jelas Suratha.
Adapun penyebabnya, warga setempat memiliki KTP ganda karena bertempat di Kecamatan yang berbeda. Warga Jakarta yang membeli vila atau membeli rumah di Bogor yang sebenarnya warga Jakarta tapi memiliki KTP Bogor.
Kalau ketahuan mereka diharuskan memilih. Selain itu ada beberapa kasus warga negara asing yang tercatat sebagai warga Bogor.
"Ini melanggar padahal mereka statusnya bertempat tinggal sementara di Bogor atau bekerja di Bogor," kata Suratha.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Eddy minta agar data KTP elektronik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengajuan dana alokasi khusus DAK yang dialokasikan oleh Pemerintah pusat lewat APBN yang penghitungannya berdasar pada jumlah penduduk.
"Akan tetapi duplikasi KTP elektronik bisa disalah gunakan dalam pilkada langsung dengan mengerahkan massa dari daerah lain," imbuhnya. (Erwin Kurai/pr)