Jakarta, (puterariau.com)
Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan akan lebih selektif untuk menyetujui alokasi anggaran pembelian senjata yang dibutuhkan TNI setiap tahunnya.
"Senjata harus terintegrasi dengan senjata yang sudah ada, kompatibel dengan sarana dan prasarana yang tersedia, dari sisi harga logis dan tidak cukup atas usulan dan perencanaan asisten logistik setiap Angkatan semata, serta berefek gentar," ujar Mayjen (pur) Supiadin AS, anggota Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan dan keamanan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Terkait dengan pembelian helikopter AW 101 oleh TNI AU yang sekarang menjadi temuan, dan telah ditetapkan tersangkanya. Pihaknya komit untuk membawa hal ini dalam rapat kerja Komisi I dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan.
Supiadin membandingkan pembelian pembelian Tank Leopard tahun lalu yang sekarang masih nongkrong menjadi besi tua karena tidak bisa digunakan sejak dibeli. Hal ini disebabkan, Indonesia tak punya bobot angkut dengan bobot 40 ton serta tak didukung oleh struktur jalan yang bebannya lebih kecil.
Kita tidak mau membeli senjata tapi tak bisa dioperasikan karena negara produksi melarang untuk dipergunakan dalam operasi tempur, seperti dalam kasus Tank Scorpion ketika dipergunakan dalam operasi Aceh yang lalu.
Dikatakan, Indonesia harus belajar dari pembelian pesawat asal Amerika Serikat karena suku cadangnya di embargo. Untuk operasi harus menggunakan suku cadang dari pesawat lain dengan cara di kanibal sampai akhirnya sisa 2 pesawat yang efektif terbang dari satu skuadron yang berpangkalan di Lapangan Terbang TNI AU, Rusmin Nuryadin Pekanbaru, Riau dan Lapangan Terbang TNI AU Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat, paparnya. (erwin kurai/beye/pr)