Medan, (puterariau.com)
Propinsi Sumatera Utara menjadi salah satu magnet politik penting di tanah air setelah beberapa daerah di Pulau Jawa. Bisa jadi Sumut merupakan salah satu barometer politik yang mewakili Pulau Sumatera, benarkah ?
Apalagi dengan muncul kabar turun gunungnya pendekar mumpuni dari ibukota yang akan ikut bertarung di Pilkada Sumut yang cukup mengagetkan pendekar lokal Sumut. Ternyata politik itu tak bisa disangka apalagi diduga secara pasti...
Jenderal yang akan turun gunung itu namanya Djarot Syaiful Hidayat. Mantan Gubernur DKI Jakarta, sekondang mantan Gubernur Ahok yang terkenal di seluruh dunia gara-gara permasalahan yang timbul dalam even politik Indonesia hari ini.
Tapi apa mungkin Djarot maju ikut tarung di Sumut? Apa gak turun kasta? Ternyata Politik PDIP tidak mengenal kasta. Orang awam beranggapan jika sudah jadi menteri turun jadi Gubernur itu turun kasta. Seperti Mensos Khofifah Indar Parawansa yang mencalonkan diri jadi Jatim 1. Khofifah dianggap turun kasta. Itu pandangan awam, alias zaman old. Ingat, sekarang zaman now lho...
Dalam dunia politik, sistem kepangkatan hirarkinya bukan seperti pangkat birokrasi. Kayak pejabat eselon 1 harus posisi Dirjen, tapi politik itu sesuai kebutuhan dan kepentingan.
Politik itu kerja tim. Bukan individual. Artinya siapapun dari sebuah tim yang dianggap punya peluang tertinggi menang, itu yang akan didukung mati-matian. Mengapa?
Kompetisi perebutan kekuasaan tingkat Pilkada muaranya akan menuju perebutan kekuasaan tingkat nasional, yakni Pilpres.
Untuk merebut ibukota, rebut kota sekelilingnya. Teori Desa Mengepung Kota, Mao Zedong. Untuk merebut Istana Negara, rebut Istana Daerah. Ternyata teori itu yang sedang dicoba dan digunakan di Indonesia saat ini.
Di luar Jawa, Sumut punya nilai paling sexy. Ada pameo waktu jaman old, Polisi yang jadi Kapolda Sumut, dipastikan jadi Kapolri. Gubernur yang dari Sumut bisa jadi Presiden atau paling kurang jadi Menteri, hehehe...
Untuk menapak ke bintang 4, harus lewati angkernya bintang 2 di Sumut. Kalo sukses, bakalan lempang jalannya jadi Kapolri.
Sumut dianggap miniatur Indonesia. Di Sumut masalah Poleksosbudhankamnya ruwet dan kompleks.
Nah, kalo di Liga Inggris ada tim The Big Five, di Pilkada ada juga The Big Fivenya. Empat di Jawa, satu di luar Jawa. DKI Jakarta, Jatim, Jateng dan Jabar.
Luar Jawa, Sumut. Siapa yang menguasai ke lima daerah sexy ini kemungkinan besar menjadi pemenang di kompetisi Pilpres.
Empat Provinsi Jabar, Jateng, Jatim dan Sumut menjadi incaran parpol. Semua energi parpol bakal dikerahkan untuk memenangkan empat Provinsi ini.
PDI Perjuangan sudah kelar di Jateng dan Jatim. Jabar santer terdengar bakal terjadi duet Golkar dan PDIP. Nah bagaimana dengan Sumut?
PDI Perjuangan tidak mau terperosok ke lubang yang sama ketiga kali. Dua kali Pilkada Sumut, dua kali keok sama PKS.
Kali ketiga PDI Perjuangan tidak mau masuk ke lubang yang sama. Ini tidak main-main, sangat serius.
Kekalahan di Sumut bisa mempengaruhi pertarungan Pilpres 2019. Maka Sumut harus dimenangkan all out.
Strategi serangan kilat melempar Jenderal Djarot ke gelanggang Sumut benar-benar makjleb. Cespleng. Tepat sasaran dan jenius.
Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi dapat lawan sebanding dan sekelas. Sama-sama Jenderal bintang tiga.
Edy konon katanya sudah dapat tiket cagub dari Partai Gerindra, PKS dan PAN. Edy berpasangan dengan Musa Rajecshah yang punya basis kekuatan dari Ormas PP.
Jika Djarot benar-benar diturunkan ke gelanggang arena Sumut, publik harus angkat dua jempol untuk elit PDI Perjuangan. Angkat topi dan secangkir kopi untuk Ibu Mega. Inilah nikmatnya politik, ada kejutan yang tidak terduga sama sekali.
PDI Perjuangan tahu bahwa pertarungan Pilpres 2019 bakal keras dan panas. Isu serangan SARA bakal digeber habis-habisan.
Tembakan isu agama, PKI, anti ulama bakal ditembakkan beruntun tanpa henti oleh lawan politik PDI Perjuangan.
Maka menaruh Djarot di Sumut itu menjadi jangkar menahan serbuan isu SARA itu. Djarot menjadi pemain jangkar yang bisa menjadi perisai serbuan isu SARA itu. Sumut miniatur Indonesia. Semua suku bangsa nusantara ada disana.
Warga Sumut sadar lalu bangkit dari bius provokator, bergandengan tangan, kompak dan bangkit kembali.
Duel Djarot vs Edy yang didukung koalisi Gerindra, PKS dan PAN membangkitkan gelora semangat baru. Publik membaca warga Sumut yang sebelumnya apatis, skeptis bin pesimis mulai sadar kembali.
Kali ini pertarungan perebutan Sumut 1 bakal ramai, seramai Pilkada DKI Jakarta. Demam Pilkada Sumut langsung menghangat begitu Jenderal Djarot turun gunung.
Itu artinya secercah harapan masih ada. Tinggal masyarakat Sumut yang berjuang mewujudkan secercah harapan itu bisa menjadi kenyataan. (B.Sinaga/tamba/rls)