Taluk Kuantan, (puterariau.com)
Makin berkurangnya luasan hutan di sejumlah kawasan di Riau yang notabene habitat satwa liar dan dilindungi memaksa beberapa jenis satwa masuk ke kawasan pemukiman atau kebun masyarakat.
Tak jarang satwa-satwa tersebut terkena jerat yang dipasang manusia. Konflik antara manusia dan satwa pun tidak bisa dihindari. Yang paling menonjol adalah konflik manusia dengan gajah sumatera.
Tiga lembaga yang tergabung dalam satu konsorsium, yaitu WWF, Yayasan Tesso Nilo dan Himpunan Penggiat Satwa (Hipam) yang didukung oleh BBKSDA Riau, Balai Taman Nasional Tesso Nilo (BTNTN) dan TFCA Sumatera, me-launching Patroli Satwa atau The Threat Hunter di Rindu Sempadan, Jumat kemarin (29/9/2017).
Launching ditandai dengan penyerahan perlengkapan patroli berupa sepeda motor, ransel, GPS, kamera dan semua perlengkapan lapangan oleh Kepala BTNTN, Supartono didampingi Direktur Yayasan Taman nasional Tesso Nilo, Yuliantony dan Koordinator Patroli Jon Hendra.
Supartono berpesan kepada para petugas patroli agar memetakan pergerakan gajah dan mendokumentasikan data-data yang diperoleh di lapangan selama patroli.
''Petakan pergerakan gajah dan amati perilaku gajah. Bila data tersebut terdokumentasi, dengan baik, kita bisa mengantisipasi kedatangan gajah di satu wilayah,'' tandas Supartono saat menutup Pelatihan dan Pemantapan Patroli Satwa.
Selama tiga hari, 26-29 September 2017, 16 petugas patroli diberi pembekalan oleh sejumlah narasumber dari berbagai bidang terkait di Hotel Rindu Sempadan. Mereka diberikan materi terkait Konservasi dan Perlindungan oleh BBKSDA Riau dan BTNTN, Metodologi Patroli dengan SMART oleh WWF, SAR, Survival, Navigasi Darat dari Basarnas, Kesehatan Satwa khususnya gajah oleh dokter hewan WWF, fotografi dan lain sebagainya.
Menurut Yuliantony yang juga koordinator program, dalam pelatihan kemarin, petugas patroli juga melakukan simulasi patroli di Tahura Sultan Syarif Kasim guna mencari temuan-temuan penting untuk dilaporkan.
"Tim Patroli Satwa itu akan mengidentifikasi keberadaan satwa, potensi ancaman dan mitigasi konflik satwa dan manusia.
Bila ada satwa yang masuk ke kebun atau kampung, tim akan membantu menghalau. Untuk gajah, pengusiran bisa dilakukan dengan bantuan gajah jinak yang ada di lokasi terdekat,'' jelas Yuliantony.
Tim patroli secara rutin dan terencana berkeliling di kawasan yang menjadi tanggung jawab mereka yaitu kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Cagar Biosfer dan Suaka Margasatwa Balai Raja.
''Petugas patroli kita saat ini berjumlah 16 orang berasal dari tiga lembaga. Semoga dengan adanya Tim Patroli Satwa, konflik antara gajah dan manusia yang selama ini banyak terjadi bisa diminimalisir. Kita juga bisa mengidentifikasi jenis satwa yang ditemui selama patroli serta menemukan perambahan kawasan,'' tambah Yuliantony.
Kepala Bidang Wilayah 2 BBKSDA Riau, Heru Sudmantoro saat membuka kegiatan pelatihan tim patroli, Rabu pekan lalu (27/9/2017) mengungkapkan bahwa luas hutan tropis di Indonesia adalah yang terbesar ketiga di dunia dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa.
Kelestariannya harus dijaga untuk keseimbangan alam. Tugas menjaga adalah tugas bersama, baik pemerintah, penggiat lingkungan dan seluruh elemen masyarakat.
''Kita sudah kehilangan 2 spesies satwa yaitu Harimau Jawa dan Bali. Jangan sampai kita kehilangan satwa langka lainnya karena habitat yang terdegradasi,'' kata Heru. (rudi husein/rls)