DL Sitorus Dalam Ingatan, Anak 'Yatim' Yang Selalu Diejek Namun Sukses Bangun Ekonomi Nasional

Posted by On Tuesday, August 08, 2017



Medan, (puterariau.com)


Sutan Raja Darianus Lungguk Sitorus yang lebih dikenal dengan sebutan DL Sitorus, lahir pada tanggal 12 Maret 1938, di sebuah desa terpencil bernama Parsambilan, Kecamatan Silaen, Toba Samosir, Sumut.

Anak tunggal (anak sasada). Sejak kecil sdh ditinggal oleh sang ayah, karena meninggal dunia. DL Sitorus adalah seorang anak yatim.

Yonge LV Sihombing, SE MBA mengatakan bahwa ketika ia mewawancari almarhum DL Sitorus pada tahun 2000 silam, DL Sitorus menceritakan perjalanan hidupnya yang penuh kepahitan.

DL Sitorus bercerita bahwa dia selalu diejek, dicerca teman-teman masa kecilnya dengan sebutan anak 'hatoban' (anak pembantu). Memang diakuinya bahwa ibunya bekerja membantu di ladang orang untuk mendapatkan upah, untuk membeli beras, dan kebutuhan lainnya.

DL Sitorus berkata bahwa ia tak sanggup mendengar ejekan, dan cercaan tersebut. Kadang kala orang dewasa dan orang tua di sekitar rumahnya pun berkata demikian.

DL Sitorus juga bercerita bahwa mereka tinggal di sebuah rumah, dimana mereka menempati bagian belakang rumah tersebut Artinya, mereka tinggal 'menumpang' di bagian dapur rumah orang.

DL Sitorus juga pernah bercerita bahwa dia tidak tahu apa arti anak pembantu atau anak hatoban. "Maklum, saat itu saya masih kecil," ucapnya kala itu.

Tapi, sesekali ibu saya mendengar ejekan itu. Ibu saya terdiam, tampak seakan marah, tapi tak kuasa berbuat apa-apa.

Suatu hari, kata DL Sitorus dalam ceritanya, DL bertanya kepada sang Oma (ibu), apa arti anak ni hatoban. Ibu saya, tersenyum, dan tidak menjawab, tapi justru memeluk saya, kata DL.  DL Sitorus pun serasa tak ada masalah dengan ejekan teman-temannya.

Karena ejekan itu terus menerus, kata DL, akhirnya membuat saya ingin tau artinya dari ibu. Satu ketika ibunya berkata, ibu tdk usah menjawab, suatu saat nanti kau akan tahu

Tak lama setelah itu, ibunya memutuskan untuk pindah ke Pematang Siantar, dan membawa DL Sitorus, yang akhirnya DL sekolah hingga SMU di Siantar.

Setelah lulus dari SMU, DL minta ijin untuk merantau ke Jakarta, tapi sang ibu tidak mengizinkan. Ibunya berkata "Hanya kaunya hidupku, hanya kaunya hartaku', lalu DL pun mengurungkan niatnya merantau.

Tapi, setelah beberapa waktu, DL bermohon kembali kepada ibunya untuk diizinkan merantau. Dan, dengan berat hati, sang ibu pun mengizinkan permohonan DL untuk merantau ke Jakarta.

Dl bercerita bahwa sejak dia meninggalkan sang ibu, sejak itulah air mata seakan tak pernah absen dalam hidupnya. Yah, dia sangat menyayangi sang ibunda. "Pelukan dan air mata, serta lambaian tangan ibuku, tergiang terus dalam hidupku," kenang DL Sitorus kala itu.

Sesampai di Jakarta, DL bekerja sebagai buruh kasar, di Tanjung Priok Jakarta, dan berkat kegetiran, kepahitan, hidup yang dialaminya, mengajarkan DL untuk tabah, tahan menderita, kerja keras, seraya berdoa, dan mengingat poda/nasehat ibunya.

Waktu terus berjalan, DL semakin dewasa, dan berumah tangga, serta memiliki anak.
Tak diimpikan, tak direncanakan, akhirnya berkat Tuhan, ia terus berkembang.

Usaha tumbuh dan berkembang pesat, dan tampil sebagai pengusaha papan atas secara nasional.

Mulai dari perkebunan, pendidikan, perbankan, perhotelan, perdagangan, perumahan, rumah sakit tumbuh bagai bunga bakung.

DL pun semakin yakin bahwa dengan doa, pelukan, rintihan sang ibu, bahwa anak sasada/yatim menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Sebab masih banyak anak orang berada di luaran sana kerjanya hanya meminta pada orang tua, kerja jadi pegawai dan maunya yang enak-enak saja.

Puluhan ribu orang bekerja di perusahaan DL. Hasil usaha pun disalurkan untuk membantu keluarga,  membangun kampung halaman, membangun Tobasa, Sumut, bahkan membangun secara nasional.

Ratusan juta bahkan miliaran rupiah digelontorkan untuk kegiatan sosial, membangun rumah ibadah. DL sang dermawan tanpa pamrih.

Tak berhenti, DL pun bangkit dan mendirikan partai politik (PPRN), yang juga berhasil menghantar para pimpinan daerah dan pusat, utamanya di posisi wakil rakyat.

Krismon 1998, ekonomi nasional rontok, hampir semua usaha besar sedang runtuh, tapi berbeda dengan DL Sitorus. Justru di saat krismon, DL menuai dolar, karena ekspor minyak sawit.

"Saya berkesempatan mewawancarai beliau tahun 1999, dan saat itulah saya menulis di harian SIB dengan judul DL Sitorus menuai Dolar saat krismon," ujar Yonge.



Pada hari Kamis, 3 Aug 2017, sontak Sumut terkejut mendengar kabar meninggalnya DL Sitorus. Informasi pun beredar melalui medsos dan media massa.

"Bangso batak kehilangan. Bangso batak menangis. Bangso batak mengenang," ujarnya.

DL Sitorus telah pergi ke rumah bapa di sorga, dia telah tiada, tapi karya dan bhaktinya akan selalu diingat dan dikenang.

"Saya setidaknya, salah satu yang akan mengingat dan mengenang karya dan bhakti beliau, meski saya tidak secara langsung menerima manfaat dari kesuksesan DL.
Akan tetapi, apa yang diperoleh oleh warga Sumut, khususnya bangso Batak, saya sudah merasa turut berbahagia," katanya.


"Selamat jalan Pak DL, saya menyebut dan menamai bapak sebagai : enterpreneur sejati, penyedia lapangan kerja, peretas pengangguran dan kemiskinan, pendidik walau bukan berpendidikan tinggi, misionaris meski bukan pendeta, filantropi. Terimakasih," ungkap Yonge LV Sihombing, SE MBA, staf ahli Ketua DPRD Sumut yang merupakan mantan wartawan. (tamba/eka/rls)
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »