Pekanbaru, (puterariau.com)
Pernyataan Asisten I Setdako Pekanbaru, Drs. H Azwan MSi saat menggelar konferensi pers di hadapan Diskominfo Pekanbaru ketika ditanya langsung pada Kadisperindag Kota Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut menyebutkan ia kurang tahu pernyataan Azwan itu.
Hal ini diperoleh Putera Riau langsung ketika menghubungi Ingot Ahmad pada Senin (05/08). Ia pun mengaku tak mendengar apa yang dikatakan oleh Asisten I Setdako Pekanbaru tersebut saat konferensi pers.
Salah satunya adalah kontraktor tak pernah menuntut kurang bayar tersebut, dan Ingot pun mengaku tak mendengar Asisten I Setdako Pekanbaru menyatakan hal itu di Diskominfo.
Anehnya, padahal Ingot ikut hadir dalam konferensi pers yang digelar oleh Asisten I tersebut bersama pejabat teras di Diskominfo Kota Pekanbaru. Wah wah wah...
Sehari sebelumnya, Mus Alimin menyangkal statemen Asisten I bahwa ia di BPKAD. "Mungkin Pak Azwan lupa tu," katanya ketika ditanya mengapa pejabat sekelas Asisten I Pemko bisa lupa dan memberikan pernyataan terkesan hoak.
"Saya aja baru mau menanyakan hal ini Senin, bagaimana aturannya sebenarnya," ujar Mus berkomentar ketika dikonfirmasi Minggu kemarin.
Ketika disinggung kapasitasnya, Mus Alimin mengaku sekarang ia sebagai Kabag Pembangunan. Artinya tidak benar ada kewenangannya jika mengatakan bisa dibayar melalui APBD seperti pernyataan Asisten I. What ? Nah lho....
Sebelumnya, seperti pernyataan Asisten I Setdako Pekanbaru di hadapan Diskominfo Pekanbaru, untuk masalah kurang bayar 2 persen dari Pasar Lima Puluh yang luasnya mencapai 2.270 meter persegi dengan 102 kios dibangun dengan dana Rp. 8 miliar dari APBN-P tahun 2015. Ia bahkan berkukuh mengatakan permasalah tersebut sengaja dibesar-dibesarkan.
"APBN pembantuan sebesar Rp 8,7 miliar untuk Pasar Lima Puluh setelah habis tahun anggarannya belum selesai 100 persen. Melainkan hanya selesai 98 persen sampai akhir tahun. Sehingga kami mengembalikan dana APBN 2 persen sisanya ke Negara," jelas Azwan.
Berdasarkan aturan yang berlaku saat itu, kata Azwan, kontraktor diberi waktu penyelesaian sekitar 50 hari. Namun kontraktor bisa menyelesaikan pengerjaanya dalam 30 hari.
"Kontraktor mereka paham, karena dalam surat perjanjian kontrak dijelaskan bahwa kontraktor siap membayar denda, tidak menuntut dana termasuk keterlambatan pencairan dana. sehingga ada saat itu Inspektorat Jenderal dan BPK RI turun tidak ada temuan apa-apa," kata Azwan. Untuk pengembalian dana 2 persen tersebut memang sulit dilakukan melalui APBN. Karena menurut Azwan, volumenya terlalu kecil.
"Tak mungkin rasanya Kementerian Perdagangan menganggarkan Rp 178 juta, apalagi ditambah pajak dan denda kontraktor 1 per mil perhari sehingga menjadi Rp 154 juta. Kalau dianggarkan di APBD terjadi double budgeting, itu juga sulit. Sampai sekarang pihak kontraktor tak pernah komplain kepada kami," ungkapnya.
Di lain sisi ternyata Edi Syam, selaku kontraktor yang pernah mempertanyakan hal ini beberapa waktu lalu saat dikonfirmasi Putera Riau baru-baru ini justeru kasus ini sudah dilaporkannya sampai ke Pusat.
"Itu sudah diproses itu, melalui APBN itu," katanya ketika dikonfrontir dengan pernyataan Azwan yang mengatakan bahwa kontraktor tak pernah menuntut. Lalu keyakinan Azwan bahwa kontraktor ga bakalan minta haknya itu asumsi pribadi atau memang skenario ia karena galau ? Tunggu saja... (pr)