Pekanbaru, (puterariau.com)
Dilihat dari apa yang sedang dipertontonkan oleh PT. Chevron Pacific Indonesia saat ini, termasuk perusahaan bandel. Hal ini diduga akibat lemahnya pengawasan dari Pemprov Riau melalui Dinas Tenaga Kerja. Manajemen perusahaan barangkali beranggapan bahwa kepemimpinan Riau yang lemah saat ini, sehingga tak berani menegakkan aturan dan Perundang-Undangan yang berlaku.
Gubernur Riau Andi Rahman pun tetap tiarap bersembunyi dalam istananya ketika permasalahan Chevron dengan buruh makin memanas. Sebagai pucuk pimpinan tertinggi, Gubernur tak sanggup memerintahkan Kepala Dinas Tenaga Kerja Rasyidin SH bertindak tegas. Kekuatan politik sang Gubernur dianggap tak mampu beri ultimatum perusahaan minyak asing tersebut.
Terkait manajemen Chevron yang main paksa memberhentikan karyawannya juga tak mampu diatasi dengan power politik Pemprov Riau. Pertanyaannya, benarkah sang Gubernur peduli terhadap buruh ? Atau selama ini hanya pencitraan semata bahwa pemimpin negeri ini peduli rakyat kecil ?
Karo Humas Pemprov Riau, M. Firdaus yang coba dikonfirmasi Putera Riau belum lama ini enggan memberikan komentar terkait permasalahan Chevron. Apalagi berhembus penggunaan uang negara di PT. Chevron terkait maintenance perumahan karyawan yang mubazir yang disinyalir ada hubungan dengan Pemprov Riau.
Kadisnaker Riau, Rasyidin SH yang coba dikonfirmasi Putera Riau dalam waktu yang lama juga tak kunjung memberikan pernyataan sepatah kata pun. Eksistensi Kadisnaker sangat membahayakan pimpinannya yakni Gubernur Riau terkait kepedulian terhadap masyarakat pekerja. Jangankan berbicara rakyat banyak, segelintir karyawan saja tak mampu dikondisikan, apalagi berbicara masyarakat Riau secara keseluruhan. Kebisuan Kadisnaker Riau makin membuktikan bahwa pihaknya telah mengibarkan bendera putih terkait kasus-kasus buruh, karyawan perusahaan dan lain sebagainya.
Mengenai persoalan SARBUMUSI yang merupakan satu-satunya Serikat Pekerja milik NU di Riau sedang mengalami ketertindasan oleh perusahaan. Dimana Nofel SH MH selaku Ketua Serikat Pekerja yang aktif dalam kelembagaan sebagai anggota dewan pengupahan Propinsi Riau mengalami intervensi dan intimidasi. UU Ketenagakerjaan pun masih tidak mampu ditegakkan di Riau.
Analoginya adalah seorang Ketua Serikat Pekerja yang notabene termasuk anggota dewan pengupahan Propinsi Riau saja tak mampu diselesaikan, lalu bagaimana dengan pekerja/buruh yang buta hukum untuk mendapat perlindungan hukum ? Wallahu A'lam bissawab.
Ketua Umum F- SARBUMUSI Mitakikef, Drs. Umroh HM Thaib menyebutkan bahwa Kadisnaker Propinsi Riau benar-benar mandul dan tak peduli pada pekerja. "Tidak ada keberpihakan pada pekerja selama beliau memimpin. Semestinya menjadi tumpuan perlindungan buruh atas pelanggaran-pelanggaran hak-hak dan kepentingan, malah buruh terzholimi oleh Disnaker sendiri," ungkapnya dengan nada kesal.
Sementara itu, Wapres SARBUMUSI, Sukitman menyatakan dengan tegas bahwa DPP SARBUMUSI komit mendukung secara politis terkait permasalahan SARBUMUSI basis Chevron dengan Perusahaan. "Kami di DPP berharap semua cara perundingan, pelaporan dan lain-lain sudah kita lakukan secara maksimal. Akan tetapi semua itu tidak diindahkan oleh manajemen Chevron," katanya.
Dikatakan Wapres SARBUMUSI, dengan melakukan pemidanaan Presiden Direktur Chevron yang sudah abai terhadap putusan hukum pengadilan dan melawan hukum, sudah saatnya dilakukan mogok kerja dan DPP akan mendukung secara politis.
"Yang kedua kita tuntut secara hukum Kadisnaker Riau dan Gubernur Riau yang sudah tidak menjalankan fungsinya sebagai pemimpin rakyat. Kita juga di DPP akan menggalang aksi yang lebih besar agar semua mata tau bahwa ada ketidakadilan yang dilakukan Chevron secara massif di Indonesia," pungkasnya.
Manajemen Chervon Bungkam
Sementara itu ada keanehan pada manajemen PT. CPI yang coba dikonfirmasi Putera Riau yang tetap diam seribu bahasa. HRD PT.CPI, Rina Mariama sampai saat ini pun tetap tak berani memberikan keterangan apapun terkait permasalahan yang terjadi. Demikian pula dengan Presdir, Albert Simanjuntak yang coba dikonfirmasi via email pun masih tertutup.
Hanya saja, manajemen PT. Chevron Pacific Indonesia mencoba memberi tanggapan melalui Manager Corporate Communications, Danya Dewanti yang dikirim pada Rabu, 11 Oktober 2017 kemarin terkait pemberitaan PuteraRiau.com yang mereka nilai sepihak. Namun tanggapan manajemen Chevron diklarifikasi oleh pihak Sarbumusi sebagai dalil mencari pembenaran atas fakta yang telah mereka lakukan. Mungkinkah Chevron telah coba lakukan pembohongan publik ?
Danya Dewanti menerangkan bahwa PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) merupakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dari Pemerintah Indonesia dan mengelola aset-aset negara di industri hulu migas di wilayah kerja Rokan di Propinsi Riau. PT. CPI sendiri senantiasa berkomitmen untuk menjalankan operasinya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal ketenagakerjaan guna membangun hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Beberapa Dosa Chevron Pada Pekerja
Sebagaimana diketahui, mengenai PHK yang dilakukan manajemen Chevron, Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Pekanbaru telah memutuskan perkara PHK No.15/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Pbr tanggal 21 Juni 2017 dimana telah mengabulkan semua gugatan penggugat rekonvensi untuk sebagian yang menyatakan perbuatan dan tindakan tergugat rekonvensi telah melanggar UU No.2 tahun 2004 dan UU No.13 tahun 2003.
Kedua, menyatakan batal demi hukum surat nomor : 1649/RBI/2016 tanggal 23 September 2016 tentang pemberitahuan pembebasan sementara dari tergugat rekonvensi. Ketiga adalah Pengadilan telah menghukum tergugat rekonvensi dalam hal ini, PT.Chevron Pacific Indonesia untuk dipekerjakan kembali penggugat rekonvensi di tempat semula sebagai analyst.
Hal itu juga dengan syarat bahwa Chevron harus memberikan hak-haknya yang biasa diterima. Seperti upah proses perkara berjalan terhitung dari gaji bulan Mei 2017 s/d bulan Juni 2017 selama dua bulan gaji, biaya perjalanan dinas pada tanggal 3 Februari 2016 dari tanggal 19 s/d 29 Maret 2016 serta hak dan biaya cuti (annual leave) serta Vacation Trip Assistance (VTA) Payment dengan jumlah total sebesar Rp.137.762.954 (Seratus tiga puluh tujuh juta tujuh ratus enam puluh dua ribu sembilan ratus lima puluh empat rupiah).
Namun, pasca penetapan Putusan Pengadilan, Chevron tetap menunjukkan sikap arogansinya dengan tidak tunduk dan mentaati putusan tersebut. Walau karyawan itu masih terikat hubungan kerja, manajemen tetap tidak melaksanakan membayar kewajibannya. Dari fakta diatas, tentu tanggapan Danya Dewanti, Manager Corporate Communication PT.CPI dipertanyakan terkait komitmen Chevron dalam mematuhi Peraturan dan Perundang-undangan RI. Artinya bantahan manajemen Chevron itu berbau hoax jika kejadian di lapangan berbeda dengan apa yang digembor-gemborkannya.
Asumsinya, peraturan yang mana lagi yang diikuti Chevron tersebut ? Bahkan mengenai hal ini, SARBUMUSI Basis CPI telah menyurati Disnaker Propinsi Riau sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah yang ditembuskan ke Kementerian Ketenagakerjaan RI agar dijalankan dan ditegakkan ketentuan hukum yang diatur Pasal 151 ayat (3), Pasal 155 UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang sampai hari ini tidak ada realisasi dan tindakan nyata.
So, bagaimana dengan adanya tindakan PT. CPI yang telah mengeksploitasi pegawai dengan melakukan tindakan penjadwalan siap bekerja selama 24 (dua puluh empat) jam berada di lokasi perusahaan dengan tidak membayar upah kelebihan jam kerja lembur (over time) ? Mengenai hal ini, walau telah diperintahkan melalui penetapan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (pejabat berwenang) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat, namun PT. CPI tetap tidak mematuhi dan mentaatinya.
Bukti-bukti Chevron mengeksploitasi karyawan/pegawainya (eksploitation home par home) bisa dilihat melalui SK Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau No.KEP.416/Disnakertrans.PK/VII/2016 tanggal 4 Nopember 2106 tentang perhitungan kekurangan upah lembur atas nama Akhirul Yahya dan kawan-kawan (14 orang) yang merupakan karyawan PT. CPI.
Kemudian Surat Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau N0.560/Disnakertransduk-PK/2194 tanggal 4 Nopember 2016 perihal penetapan pegawai pengawa Ketenagakerjaan tentang perhitungan upah lembur atas nama Akhirul Yahya dan kawan-kawan (14 orang tersebut). Disanalah letaknya manajemen PT.CPI mencoba lakukan berbagai kebohongan dengan pernyataan yang ternyata bertentangan dengan fakta yang sedang terjadi. Lalu, fakta sejarah mana lagi yang harus didustakan ??? (tim/pr)