Tanjung Putus, (puterariau.com)
Tinggal di rumah yang nyaman adalah impian setiap orang. Apalagi bagi Ardi, seorang warga Desa Tanjung Putus yang membutuhkan tempat nyaman untuk beristirahat. Namun apa daya, Ardi hanya bisa memiliki sebuah gubuk miring yang nyaris ambruk.
Berbeda dengan wakil rakyat yang selama ini mengaku pro rakyat. Mereka hidup nyaman dan aman di tengah kenikmatan anggaran rakyat. Selain punya rumah yang dibuatkan negara, mereka masih juga mendapat tunjangan perumahan.
Mereka berani jual nama rakyat tapi toh, tak mengetahui bagaimana kehidupan rakyat yang sebenarnya. Politik mereka gunakan hanya untuk kepentingan pribadi, golongan dan Partai tanpa melihat realita yang terjadi saat ini.
Kembali ke laptop, eh Ardi yang hidup di gubuk reot. Berada di Desa Tanjung Putus Kecamatan Kuantan Seberang Kabupaten Kuantan Singingi, gubuk miring itu adalah hasil keringat mertuanya yang sudah mulai rentan/usia lanjut.
Bentuknya sangat kecil dan sempit berukuran 5×3 meter dengan bilik kayu dan lantai alakadarnya. Gubuk itu juga hanya punya sebuah dapur, dua kamar tidur dan ruang tamu.
Jika ingin masuk ke dalam gubuk Ardi ini, kepala harus menunduk kalau tidak ingin keceduk pintu. Sudahlah pintunya kecil pas-pasan, agak miring pula.
Apalagi jika hujan turun, ember-ember pun harus
disiapkan untuk menampung tetesan air dari atap yang bocor.
"Kalau hujan deras, enggak tidur di sini. Numpang ke rumah kakak," kata Ardi sambil meneteskan air matanya.
Seperti ditayangkan puterariau.com Senin ini (12/11), sudah puluhan tahun keluarga Ardi bersama anak dan istrinya beserta kedua mertuanya tinggal di gubuk tersebut.
Gubuk derita ini juga belum pernah diperbaiki sejak dulu karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Hanya ada beberapa bilah kayu yang dijadikan penopang agar gubuk derita itu tidak ambruk.
Ardi memang tak punya uang untuk merenovasi rumahnya. Karena untuk kehidupan sehari hari saja susah, hanya sebagai petani karet kecil dengan penghasilan pas-pasan. Anaknya semata wayang laki-laki masih duduk di bangku SD.
Lebih menyedihkan lagi mertua yang sudah tua bekerja semampunya di kebun karet orang dengan penghasilan yang tak menentu.
Melihat kondisi rumah pasangan Ardi dan Risah ini yang seperti ini, sudah seharusnya Pemerintah turun tangan. Saat ditanya tentang bantuan rumah layak huni Ardi dan istri sangat sedih, pernah mereka dapat sekitar beberapa bulan yang lalu bantuan dari dinas sosial.
"Kami pun kurang tau juga bantuan apa namanya tapi katanya bantuan dari dinas sosial. Itu karena salah nama mertua saya dan nama orang dapat itu sama, cuma satu kali itulah kami cuma mendapatkan bantuan dari pemerintah," ungkapnya dengan bahasa kampung.
Ironisnya apakah tim survei yang turun ke lapangan/desa itu mendata atau tidak, tentu menjadi pertanyaan. Ardi dan mertua sangat berharap dan memohon kepada Pemerintah agar lebih memperhatikan nasib mereka yang jauh dari kata layak.
Dari pantauan wartawan puterariau.com di lapangan memang warga yang berada di bawah garis kemiskinan di Kabupaten Kuansing masih banyak belum tersentuh bantuan Pemerintah. (roder/ridho)