Azwan Bantah Kontrak Bodong, Ada 'Hantu' Yang Tanda Tangan ?

Posted by On Friday, August 03, 2018


Pekanbaru, (puterariau.com)

Asisten 1 Setdako Pekanbaru, Drs. H Azwan MSi membantah adanya kontrak bodong proyek pembangunan tempat penampungan sementara (TPS) tahun 2015 masa dirinya menjabat Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Hal itu disampaikan sehubungan mencuatnya pemberitaan dugaan kontrak bodong pembangunan TPS itu.

Ada asap mesti ada api, tak mungkin jika kasus terbuka tanpa ada akar permasalahannya. Dengan pedenya, Azwan mengatakan bahwa anggapan mengenai kontrak bodong itu gagal paham. Wah wah wah...

"Informasi berita yang demikian kecenderungannya tendensius, oleh sebab itu tak pernah kita tanggapi. Tetapi setelah dimunculkan dan dishare berkali-kali di medsos, kita merasa terganggu," kata Azwan, MSi di Kantor Command Center Kominfo, Jalan Pepaya, pada Jum'at (3/8) yang dikutip.

Diakuinya bahwa kontrak pelaksanaan swakelola pembuatan TPS untuk kegiatan pengembangan pasar dan distribusi barang/produk tahun anggaran 2015 memang sempat dibuat oleh PPTK saat itu.

"TPS sengaja dibuat untuk memparalelkan pembangunan Pasar Limapuluh pada tahun 2015 lalu. Seperti diketahui pembangunan pasar tersebut dilakukan dengan APBN dengan Pagu Anggaran Rp 9 miliar. Pemenang lelang saat itu diangka Rp 8,7 miliar, karena memakai APBN P waktunya terbatas. Sementara TPS sebelumnya tak bisa dirobohkan," papar Azwan.

Lanjutnya, waktu itu PPTK-nya yang merupakan Kabid Perdagangan berinisiatif untuk menunjuk langsung salah satu kontraktor untuk membangun TPS dengan anggaran Rp.200 juta. "Yang mengetahui saya waktu itu sebagai Kadis DPP. Karena pembangunan TPS tak bisa memakai APBN. Perjanjian kontrak tersebut urung dilakukan, sehingga surat belum dicap dan tak ada nomornya. Jadi tak ada ikatan hukumnya," kata Azwan beralibi.

Statemen Azwan dan data yang ada jauh berbeda, ada apa ???

Muncul keanehan lagi dari pernyataan Azwan yang dikatakannya adalah pernyataan resmi yang ngawur dan terkesan asalan. Ia menyebut bahwa anggaran pekerjaan tersebut Rp.200 juta, ternyata anggarannya Rp. 350 juta. Bukan PL jika seperti itu.... Hehehe

Menanggapi adanya, perjanjian pejabat pembuat komitmen (PPK) tahun anggaran 2015 dengan PT. Geomindo Prima  Nusantara Nomor 520/20/Swakelola/Disperindag/2015, yakni Drs. Mas Irba HS selaku Kabid perdagangan/PPK dengan Djoni Edward selaku Direktur PT. Geomindo Prima Nusan. Azwan menegaskan nomor surat itu sampai saat ini tak ada di DPP.

Bagian bawah berlingkar biru dapat  darimana sumber anggaran

"Silahkan cek ke DPP nomor surat tersebut. nomor itu dipalsukan. Kalau mau bisa saya pidanakan yang menginformasikan isu bohong ini. Selanjutnya pembangunan TPS dilakukan oleh kontraktor yang ditunjuk oleh Dinas Pasar saat itu, Pak Mahyuddin karena telah dianggarkan dalam APBD Perubahan," jelasnya lagi.

Azwan mensinyalir adanya salah satu pihak yang melakukan pembunuhan karakter terhadap dirinya. Sementara Dinas Pasar waktu itu yang menunjuk kontraktor membangun TPS dari anggaran APBD Perubahan. Sangat aneh jika ada seorang pejabat merasa seperti itu karena masyarakatlah menilai kinerja ia selama ini, bukan asumsi semata.

Namun pernyataan Azwan ini menimbulkan keraguan jika kontrak itu tak bernomor dan tak berstempel, lalu siapa yang menandatanganinya ? Mungkinkah ada hantu bergentayangan di Disperindag kala itu yang bisa menstempel dan meneken kontrak ? Hadeeuuuh....

Selain itu, dalam perjanjian kontrak, kedua belah pihak sepakat melaksanakan pekerjaan tersebut yang pembiayaannya jelas dari DPPA-SKPD Disperindag tahun anggaran 2015. Nah lho...

Kontrak yang dibuat yang disebut tak pernah ditandatangani, lalu 'hantu' mana yang bisa menandatangani kontrak itu ?


Pernyataan Azwan Bertolak Belakang, Ada Apa ?

Untuk masalah kurang bayar 2 persen dari Pasar Lima Puluh yang luasnya mencapai 2.270 meter persegi dengan 102 kios dibangun dengan dana Rp. 8 miliar dari APBN-P tahun 2015. Azwan juga mengatakan permasalah tersebut sengaja dibesar-dibesarkan.

"APBN pembantuan sebesar Rp 8,7 miliar untuk Pasar Lima Puluh setelah habis tahun anggarannya  belum selesai 100 persen. Melainkan hanya selesai 98 persen sampai akhir tahun. Sehingga kami mengembalikan dana APBN 2 persen sisanya ke Negara," jelas Azwan.

Berdasarkan aturan yang berlaku saat itu, kata Azwan, kontraktor diberi waktu penyelesaian sekitar 50 hari. Namun kontraktor bisa menyelesaikan pengerjaanya dalam 30 hari. 

"Kontraktor mereka paham, karena dalam surat perjanjian kontrak dijelaskan bahwa kontraktor siap membayar denda, tidak menuntut dana termasuk keterlambatan pencairan dana. sehingga ada saat itu Inspektorat Jenderal dan BPK RI turun tidak ada temuan apa-apa," kata Azwan. Untuk pengembalian dana 2 persen tersebut memang  sulit dilakukan melalui APBN. Karena menurut Azwan, volumenya terlalu kecil.

"Tak mungkin rasanya Kementerian Perdagangan menganggarkan Rp 178 juta, apalagi ditambah pajak dan denda kontraktor 1 per mil perhari sehingga menjadi Rp 154 juta. Kalau dianggarkan di APBD terjadi double budgeting, itu juga sulit. Sampai sekarang pihak kontraktor tak pernah komplain kepada kami," ungkapnya.

Di lain sisi, Edi Syam, selaku kontraktor yang pernah mempertanyakan hal ini beberapa waktu lalu saat dikonfirmasi Putera Riau justeru kasus ini sudah sampai ke Pusat. "Itu sudah diproses itu, melalui APBN itu," katanya ketika dikonfrontir dengan pernyataan Azwan yang mengatakan bahwa kontraktor tak pernah menuntut. Siapa yang bohong ? Ketahuan deh... Hehehe... (beni/fadil/pr)
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »