Dalam tulisan ini saya mencoba untuk menganalisa angka 1,4 triliun rupiah yang harus harus dirasionalisasi. Asumsinya, angka ini berasal dari dua buah komponen. Komponen pertama adalah asumsi kurang bayar TKDD triwulan IV tahun anggaran 2018. Komponen kedua adalah kewajiban tunda bayar Pemerintah Daerah kepada pihak ketiga di tahun anggaran 2017.
Sekurang-kurangnya, terdapat tiga sumber rujukan untuk menganalisa berapa jumlah rasional angka yang harus dirasionalisasi. Rujukan pertama adalah ringkasan APBD 2018 per Mei 2018. Rujukan pertama bersumber dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Sedangkan DJPK menghimpun data berdasarkan dokumen yang dikirmkan dari daerah.
Rujukan berikutnya adalah LKPJ Bupati tahun anggaran 2017. Kemudian, kami juga akan mengambil beberapa Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan penjabaran untuk menuntaskan tunda bayar pihak ketiga, juga terkait dengan TKDD.
Berdasarkan rujukan pertama, jumlah penerimaan daerah di luar dari pembiayaan adalah sebesar Rp.3,572,360,005,737. Angka ini salah satunya terdiri dari atas dana perimbangan sebesar 2,656 T++. Dimana dana perimbangan ini bersumber dari dana bagi hasil (DBH) migas pajak dan non pajak sebesar 2,25 T++, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 345M++, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 61, 32 M++.
Bila tambah dengan pembiayaan (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya sebesar 60 milyar rupiah, maka jumlah penerimaan daerah tahun anggaran 2018 sebesar 3,632,360,005,737 rupiah. Seimbang dengan belanja daerah sebesar 3,632,360,005,737.
Mari kita selidiki berapa jumlah rasional untuk rasionalisasi APBD tahun anggaran 2018. Pertama asumsi kurang bayar triwulan ke IV TKDD dari pusat ke Kabupaten Bengkalis. Asumsi ditetapkan berdasarkan tren penerimaan daerah dari TKDD Kabupaten Bengkalis tahun anggaran sebelumnya. Untuk hal ini kami merujuk LKPJ 2017.
Pada LKPJ tahun 2017, realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari TKDD sebesar 82,27% dari angka yang di pagu kan. Detailnya, 80,41% untuk realisasi DBH pajak, 76,27 DBH Migas, 100% DAU, 74,04% DAK, 88% untuk dana Penyesuaian serta107% Dana Pendapatan Bagi Hasil Pajak. Tren yang muncul, kurang bayar TKDD diterapkan untuk DBH Pajak dan DBH migas.
Mengacu pada rujukan pertama, angka yang mungkin muncul untuk kasus kurang bayar TKDD Pemerintah Pusat Kepada Kabupaten Bengkalis adalah sebesar 23,83% dari DBH non pajak, dan 19,59% dari DBH Pajak. Perhitungannya sebagai berikut.
Berdasarkan Perpres No 107 tahun 2017 mengenai rincian APBN, lampiran VII dan IX, DBH pajak dan non pajak masing-masing sebesar Rp 1,411,449,267,000 untuk DBH Pajak dan Rp 743,014,664,000 untuk DBH non pajak. Maka demikian 19,59% dari 1,411,449,267,000 adalah sebesar Rp. 276,502,911,410. Kemudian ditambah dengan 23,83% dari 743,014,664,000 yang sebesar Rp. 175,574,365,100. Angka muncul adalah Rp. 452,077,276,510.
Mengapa saya tidak memasukan realisasi DAK sebagai salah satu instrumen ? Karna DAK merupakan dana yang alokasi pembelanjaannya sudah dikhususkan untuk suatu kegiatan tertentu yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sehingga kurang bayar terhadap DAK tidak dapat dijadikan acuan untuk mengurangi Belanja Daerah yang bersifat umum.
Kedua, terdapat kewajiban tunda bayar pihak ketiga oleh Pemerintah Kabupaten di tahun anggaran 2017 besar 391,142,690,631.65 rupiah yang harus dibayarkan dengan menggunakan belanja tahun anggaran 2018. Sehingga bila dipaksakan belanja daerah tetap berada di kisaran 3,6 T akan terjadi defisit sebesar 843,219,967,140 diakhir tahun 2018.
Terdapat selisih dari angka yang diwacanakan oleh pemerintah melalui berbagai media. Selisih ada dikisaran angka 550M++. Angka ini muncul dari mana ?
Baik, apabila pengambilan tren kurang bayar TKDD tahun anggaran sebelumnya tidak dapat dijadikan alat ukur untuk penghitungan kurang bayar tahun anggaran 2018. Mari kita gunakan angka kurang bayar TKDD paling tinggi yang mungkin akan ditetapkan oleh menteri keuangan. Asumsinya, menteri keuangan akan menahan 30% dari keseluruh TKDD diluar dari DAU. Angka yang mungkin muncul berikutnya adalah sebagai berikut.
Total TKDD sebesar Rp.2,656,895,518,000 yang dikurangi DAU sebesar 345,070,716,000 yakni sebesar Rp.2,311,824,802,000. 30% kemungkinan kurang bayar TKDD dari Pemerintah pusat kepada Kabupaten Bengkalis, yakni sebesar Rp.693,547,440,600.00. Maka dari itu peluang terjadinya difisit anggaran di akhir tahun anggaran 2018 setelah di jumlah dengan tunda bayar pihak ketiga yang sebesar Rp.391,142,690,631.65 yakni sebesar Rp.1,084,690,131,231.65. Masih terdapat selisih Rp. 310M++.
Angka 300M++ ini muncul dari kemungkinan ketidaktercapaian penerimaan daerah dari yang mana ? Asumsi kami, angka ini muncul dari target Penerimaan Asli Daerah yang sebesar Rp. 512,161,647,737. Dimana pada realisasi sebelumnya tidak pernah mencapai angka 300M. Untuk kasus tahun anggaran 2017, realisasi PAD Kabupaten Bengkalis ada di kisaran angka 283M++. Bila target sebesar 512M++ sedangkan realisasinya kita asumsukan sebesar 283M+ (diasumsikan sama), maka selisih dari realisasi adalah sebesar 229M++. Masih dijumpai selisih belanja yang harus di rasionalkan sejumlah 81M++.
Angka yang rasional untuk rasionalisasi bukanlah 1,4T++ melainkan 1,3T++. Dengan catatan, hal ini terjadi jika dan hanya jika Kurang Bayar TKDD Pemerintah Pusat sebesar 30% dari TKDD diluar DAU.
Yang jadi permasalahan dimana ? Dengan menggunakan porsi paling pesimis saja dari kurang bayar TKDD, masih terdapat selisih lebih dari 81 M. Apalagi bila kita menggunakan asumsi tren realisasi TKDD tahun anggaran 2017. selisih angkanya mencapai 300M++.
Defri Nofriyadi, pemerhati dan pengamat APBD Bengkalis
Defri Nofriyadi, pemerhati dan pengamat APBD Bengkalis
Baik, catatan pertama, di luar itu semua. Kita kembali kepada tunda bayar pihak ketiga yang telah dilunaskan sebagian besarnya dengan menggunakan pos belanja tahun anggaran 2018. Pijakan hukumnya adalah Peraturan Bupati No 10 tahun 2018 tentang perubahan penjabaran APBD Tahun Anggaran 2018. Berdasarkan perubahan penjabaran APBD tahun anggaran 2018 yang telah memprioritaskan penuntasan tunda Blbayar pihak Ketiga di tahun Anggaran 2017 membuktikan telah ada proses rasionalisasi sebelumnya.
Rasionalisasi dengan menggeser pos belanja tertentu untuk keperluan pencairan tunda bayar pihak ketiga. Sehingga demikian, pos belanja yang telah digeser idealnya tidak lagi perlu untuk bahas pada rasionalisasi, karena telah mengalami proses rasionalisasi sebelumnya.
Catatan Kedua, bila mengacu pada Permenkeu No 50 tahun 2017, dan dimungkinkan akan terjadi kurang bayar triwulan ke IV tahun anggaran 2018, maka jumlah TKDD maksimal yang akan diterima oleh Kabupaten Bengakalis adalah sebesar 80% dari jumlah TKDD, mengingat, besar porsi maksimal pada triwulan I dan II masing-masing sebesar 25% dan porsi maksimal pada triwulan III sebesar 30%. Jadi, angka optimis kurang bayar ada di kisaran angka 20% dari TKDD DBH Migas dan DBH Pajak. perhitungan akan berubah kembali. Asumsinya kurang bayar TKDD adalah sebesar 460M++. dengan demikian selisih akngka yang harus dirasionalisasi mejadi mencapai 300M++.
Catatan ketiga, Pemerintah Daerah telah menerima DIPA dari Provinsi sebesar 2,95 T. Catatanya DIPA berdasarkan sumber penerimaan daerah di luar dari PAD dan pembiayaan. Dengan DIPA sebesar 2,95T dan ditetapkannya APBD sebesar 3,6T, mengindikasikan proyeksi penerimaan daerah merupakan proyeksi yang utopis. Proyeksi yang tidak bisa dikejar bila mengacu pada PAD tahun anggaran sebelumnya.
Target PAD yang utopis bukan target optimis. Karena peningkatan target tidak disertai dengan penyediaan perangkat yang cukup untuk memaksimalkan penjemputan pajak daerah. Dibuktikan dengan bentuk inovasi hanya sebatas pada peningkatan jumlah pengutip pajak. Idealnya inovasi yang minim lubang tidak sampainya pajak dan retribusi yang dikelurakan masyarakat ke kas Daerah adalah dengan bentuk inovasi teknologi. Sebagaimana adagium yang berlaku di era kekinian, mesin tidak akan mencuri". Selagi masih manusia yang memungut pajak, risiko tidak sampainya pajak ke kas daerah semakin tinggi.
Perlu diselidiki motivasi Pemerintah yang disepakati banggar untuk meningkatkan target PAD. Adalah sebuah kebolehjadian bahwa perhitungan belanja daerah lebih di dahulukan daripada perhitungan penerimaan daerah.
Dengan itu kami sebagai masyarakat menghimbau kepada legislatif dan eksekutif lebih selektif dalam menganggarkan dan mengesahkan APBD. Dan kami minta segera melakukan pembahasan KUA-PPAS perubahan dikarenakan enam bulan berjalan sudah cukup untuk mengevaluasi APBD. (Defri Nofriyadi/pr)