Pekanbaru, (puterariau.com)
Kondisi PT. Chevron Pacific Indonesia yang kian parah akhir-akhir ini makin jelas memperlihatkan ketidakmampuan manajemen perusahan untuk mengelola perusahaan tersebut. Berkali-kali, perusahaan bermasalah dan melanggar hukum di NKRI namun tetap dibiarkan tanpa ada sanksi apapun. Muncul opsi dari berbagai kalangan bahwa Chevron sudah bisa dipailitkan !
Beberapa syarat dan ketentuan Chevron sudah bisa dipailitkan antara lain bahwa Perusahaan tidak sanggup lagi membayar gaji ketua basis. Fakta ini makin menguak isu bangkrutnya Chevron karena sudah tak memiliki dana dalam membayar gaji Ketua pengurus basis hampir 1 (satu) tahun.
Syarat lainnya, ketika perusahaan sekaliber Chevron tak mampu lagi membayar upah lembur karyawan. Dimana, manajemen perusahaan memandang bahwa tenaga karyawan adalah gratis sehingga sudah berbulan-bulan, perusahaan ini tak sanggup membayar lagi upah lembur pekerja.
Selain itu, syarat perusahaan ini bisa dipailitkan adalah ketika perusahaan mengambil uang perumahan dari karyawan namun tak digunakan sepenuhnya dengan kata lain tunjangan rumah dipotong untuk menambah income manajemen yang memang sedang terseok-seok. Hal ini dibenarkan oleh Ketua SARBUMUSI Basis Chevron ketika ditanya redaksi Putera Riau terkait isu kepailitan Chevron di Riau.
Terlebih Surat dari Kementerian Hukum dan HAM RI Nomor : HAM.2-HA01.02-322 yang ditujukan kepada Pimpinan PT. Chevron Pacific Indonesia di Pekanbaru tertanggal 7 Nopember 2017 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Komunikasi Masyarakat, Kemenkumham RI, Yurod Saleh menyatakan bahwa PT. Chevron bersalah.
Program Rekayasa Atasi Kebangkrutan
Selama ini, manajemen PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) diindikasikan sengaja menciptakan berbagai program rekayasa agar tidak kentara oleh publik dan negara dalam melanggar Peraturan dan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Salah satu yang terlihat melalui sikap arogannya, PT. CPI mengkebiri hak-hak dasar SARBUMUSI Basis CPI.
Seperti pada pemaksaan kehendak dan merekayasa berbagai bentuk intimidasi karyawan yang menimpa H.Nofel SH MH, selaku Ketua Basis SARBUMUSI CPI. Manajemen Chevron sudah terang-terangan memaksa melakukan PHK pada anggota Dewan Pengupahan Propinsi Riau tersebut.
Ini menunjukkan bahwa memang benar Chevron sebagai perusahaan kapitalis yang jelas-jelas sangat arogan. Bayangkan saja terhadap Ketua SARBUMUSI Basis CPI saja, manajemen sanggup melakukan hal demikian, apakah lagi dengan karyawan-karyawan biasa selama ini, tentu ini menjadi bagian catatan hitam terhadap perusahaan minyak itu.
Surat Menkumham untuk Chevron yang menyatakan bahwa Chevron bersalah
Surat Menkumham untuk Chevron yang menyatakan bahwa Chevron bersalah
Mengenai PHK yang dilakukan manajemen Chevron, Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Pekanbaru telah memutuskan perkara PHK No.15/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Pbr tanggal 21 Juni 2017 dimana telah mengabulkan semua gugatan penggugat rekonvensi untuk sebagian yang menyatakan perbuatan dan tindakan tergugat rekonvensi telah melanggar UU No.2 tahun 2004 dan UU No.13 tahun 2003.
Kedua, menyatakan batal demi hukum surat nomor : 1649/RBI/2016 tanggal 23 September 2016 tentang pemberitahuan pembebasan sementara dari tergugat rekonvensi. Ketiga adalah Pengadilan telah menghukum tergugat rekonvensi dalam hal ini, PT.Chevron Pacific Indonesia untuk dipekerjakan kembali penggugat rekonvensi di tempat semula sebagai analyst.
Hal itu juga dengan syarat bahwa Chevron harus memberikan hak-haknya yang biasa diterima. Seperti upah proses perkara berjalan terhitung dari gaji bulan Mei 2017 s/d bulan Juni 2017 selama dua bulan gaji, biaya perjalanan dinas pada tanggal 3 Februari 2016 dari tanggal 19 s/d 29 Maret 2016 serta hak dan biaya cuti (annual leave) serta Vacation Trip Assistance (VTA) Payment dengan jumlah total sebesar Rp.137.762.954 (Seratus tiga puluh tujuh juta tujuh ratus enam puluh dua ribu sembilan ratus lima puluh empat rupiah).
Pasca penetapan Putusan Pengadilan, Chevron tetap menunjukkan sikap arogansinya dengan tidak tunduk dan mentaati putusan tersebut. Walau karyawan itu masih terikat hubungan kerja, manajemen tetap tidak melaksanakan membayar kewajibannya. Peraturan yang mana lagi yang diikuti Chevron ? Artinya, perusahaan yang telah mengeksploitasi minyak Riau ini tidak tunduk pada peraturan Republik Indonesia, bahasa kasarnya manajemen Chevron telah menginjak-injak Peraturan Perundang-Undangan RI.
Mengenai hal ini, SARBUMUSI Basis CPI telah menyurati Disnaker Propinsi Riau sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah yang ditembuskan ke Kementrian Ketenagakerjaan RI agar dijalankan dan ditegakkan ketentuan hukum yang diatur Pasal 151 ayat (3), Pasal 155 UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang sampai hari ini tidak ada realisasi dan tindakan nyata.
PT. CPI Secara Fakta Dan Hukum Sengaja Kangkangi Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan
Mengenai hal ini, tentu bukanlah sebuah pernyataan tanpa dasar terkait Chevron yang telah memperlihatkan 'belang'nya sebagai perusahaan eksploitasi. Dimana PT.CPI sampai saat ini tidak memiliki PKB (Perjanjian Kerja Bersama), dan hanya memaksakan kehendak sepihak menerapkan pelaksanaan syarat-syarat kerja berdasarkan peraturan perusahaan, sementara di perusahaan masih terdapat 3 (tiga) SP/SB. Hal ini jelas melanggar Pasal 129 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kemudian, PT. CPI telah nyata mengeksploitasi pegawai dengan melakukan tindakan penjadwalan siap bekerja selama 24 (dua puluh empat) jam berada di lokasi perusahaan dengan tidak membayar upah kelebihan jam kerja lembur (over time). Mengenai hal ini, walau telah diperintahkan melalui penetapan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (pejabat berwenang) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat, namun PT. CPI tetap tidak mematuhi dan mentaatinya.
Bukti-bukti Chevron mengeksploitasi karyawan/pegawainya (eksploitation home par home) bisa dilihat melalui SK Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau No.KEP.416/Disnakertrans.PK/VII/2016 tanggal 4 Nopember 2106 tentang perhitungan kekurangan upah lembur atas nama Akhirul Yahya dan kawan-kawan (14 orang) yang merupakan karyawan PT. CPI.
Kemudian Surat Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau N0.560/Disnakertransduk-PK/2194 tanggal 4 Nopember 2016 perihal penetapan pegawai pengawa Ketenagakerjaan tentang perhitungan upah lembur atas nama Akhirul Yahya dan kawan-kawan (14 orang tersebut).
Chevron Sudah Layak Dipailitkan
Sementara itu, Ketua Umum F-SARBUMUSI Mitakikef, Drs. Umroh HM Thaib yang didampingi WaSekjen DPW K-SARBUMUSI Propinsi Riau,Fadila Saputra menyebut bahwa syarat-syarat Chevron segera dipailitkan sudah terbentang. Negara sudah bisa mengeksekusi perusahaan minyak tersebut yang melanggar aturan NKRI.
SARBUMUSI konsisten berjuang untuk NKRI dan tegaknya kedaulatan hukum di Indonesia
Apalagi pembangkangan manajemen Chevron sudah terlihat sejak awal terjadinya kasus di perusahaan tersebut. Chevron merasa sebagai perusahaan besar, mereka bisa berbuat mengangkangi aturan yang berlaku sehingga acuh terhadap berbagai putusan yang bersifat inkraht di Republik Indonesia.
Lain sisi, Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi Riau, Rasyidin SH menegaskan bahwa ia akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. "Saya sudah instruksikan angggota saya. Saya kaget dengan Surat Menkumham yang ditujukan pada Chevron," ungkapnya ketika Putera Riau memperlihatkan surat dari Kemenkumham RI atas Chevron.
Namun sayangnya, manajemen Chevron sendiri sampai detik ini tidak bisa memberikan keterangan apapun terkait bobroknya perusahaan minyak tersebut. Putera Riau bahkan sudah mengirimkan email konfirmasi ke Presiden Direktur, Albert Simanjuntak, dan beberapa staf lainnya yang masih terus diabaikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa sudah sepantasnya negara ambil alih Chevron dan pailitkan perusahaan itu segera seperti harapan dari berbagai pihak. (beni/tim)