Lakukan Rekayasa, Chevron Diduga Sengaja Langgar Peraturan

Posted by On Monday, October 09, 2017


Pekanbaru, (puterariau.com) ----

Manajemen PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) diindikasikan sengaja menciptakan berbagai program rekayasa agar tidak kentara oleh publik dan negara dalam melanggar Peraturan dan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Salah satu yang terlihat melalui sikap arogannya, PT. CPI mengkebiri hak-hak dasar SARBUMUSI Basis CPI. 

Seperti pada pemaksaan kehendak dan merekayasa berbagai bentuk intimidasi karyawan yang menimpa H.Nofel SH MH, selaku Ketua Basis SARBUMUSI CPI. Manajemen Chevron sudah terang-terangan memaksa melakukan PHK pada anggota Dewan Pengupahan Propinsi Riau tersebut. Ini menunjukkan bahwa memang benar Chevron sebagai perusahaan kapitalis yang jelas-jelas sangat arogan. 

Bayangkan jika terhadap Ketua SARBUMUSI Basis CPI saja, manajemen sanggup melakukan hal demikian, apakah lagi dengan karyawan-karyawan biasa, tentu ini menjadi bagian catatan hitam terhadap perusahaan minyak tersebut. 

Mengenai PHK yang dilakukan manajemen Chevron, Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Pekanbaru telah memutuskan perkara PHK No.15/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Pbr tanggal 21 Juni 2017 dimana telah mengabulkan semua gugatan penggugat rekonvensi untuk sebagian yang menyatakan perbuatan dan tindakan tergugat rekonvensi telah melanggar UU No.2 tahun 2004 dan UU No.13 tahun 2003.

Kedua, menyatakan batal demi hukum surat nomor : 1649/RBI/2016 tanggal 23 September 2016 tentang pemberitahuan pembebasan sementara dari tergugat rekonvensi. Ketiga adalah Pengadilan telah menghukum tergugat rekonvensi dalam hal ini, PT.Chevron Pacific Indonesia untuk dipekerjakan kembali penggugat rekonvensi di tempat semula sebagai analyst. 

Hal itu juga dengan syarat bahwa Chevron harus memberikan hak-haknya yang biasa diterima. Seperti upah proses perkara berjalan terhitung dari gaji bulan Mei 2017 s/d bulan Juni 2017 selama dua bulan gaji, biaya perjalanan dinas pada tanggal 3 Februari 2016 dari tanggal 19 s/d 29 Maret 2016 serta hak dan biaya cuti (annual leave) serta Vacation Trip Assistance (VTA) Payment dengan jumlah total sebesar Rp.137.762.954 (Seratus tiga puluh tujuh juta tujuh ratus enam puluh dua ribu sembilan ratus lima puluh empat rupiah). 

Pasca penetapan Putusan Pengadilan, Chevron tetap menunjukkan sikap arogansinya dengan tidak tunduk dan mentaati putusan tersebut. Walau karyawan itu masih terikat hubungan kerja, manajemen tetap tidak melaksanakan membayar kewajibannya. Peraturan yang mana lagi yang diikuti Chevron ? Artinya, perusahaan yang telah mengeksploitasi minyak Riau ini tidak tunduk pada peraturan Republik Indonesia, bahasa kasarnya manajemen Chevron telah menginjak-injak Peraturan Perundang-Undangan RI. 

Mengenai hal ini, SARBUMUSI Basis CPI telah menyurati Disnaker Propinsi Riau sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah yang ditembuskan ke Kementrian Ketenagakerjaan RI agar dijalankan dan ditegakkan ketentuan hukum yang diatur Pasal 151 ayat (3), Pasal 155 UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang sampai hari ini tidak ada realisasi dan tindakan nyata. 

PT. CPI Secara Fakta Dan Hukum Kangkangi Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan 

Mengenai hal ini, tentu bukanlah sebuah pernyataan tanpa dasar terkait Chevron yang telah memperlihatkan 'belang'nya sebagai perusahaan eksploitasi. Dimana PT.CPI sampai saat ini tidak memiliki PKB (Perjanjian Kerja Bersama), dan hanya memaksakan kehendak sepihak menerapkan pelaksanaan syarat-syarat kerja berdasarkan peraturan perusahaan, sementara di perusahaan masih terdapat 3 (tiga) SP/SB. Hal ini jelas melanggar Pasal 129 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Deklarasi Pasuruan pada Harlah Sarbumusi menyatakan sikap mengutuk keras sikap Chevron yang mengangkangi Peraturan dan Perundang-Undangan RI

Kemudian, PT. CPI telah nyata mengeksploitasi pegawai dengan melakukan tindakan penjadwalan siap bekerja selama 24 (dua puluh empat) jam berada di lokasi perusahaan dengan tidak membayar upah kelebihan jam kerja lembur (over time). 

Terkait hal itu, walau telah diperintahkan melalui penetapan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (pejabat berwenang) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat, namun PT. CPI tetap tidak mematuhi dan mentaatinya. 

Bukti-bukti Chevron mengeksploitasi karyawan/pegawainya (eksploitation home par home) bisa dilihat melalui SK Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau No.KEP.416/Disnakertrans.PK/VII/2016 tanggal 4 Nopember 2106 tentang perhitungan kekurangan upah lembur atas nama Akhirul Yahya dan kawan-kawan (14 orang) yang merupakan karyawan PT. CPI. 

Kemudian Surat Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau N0.560/Disnakertransduk-PK/2194 tanggal 4 Nopember 2016 perihal penetapan pegawai pengawa Ketenagakerjaan tentang perhitungan upah lembur atas nama Akhirul Yahya dan kawan-kawan (14 orang tersebut).

Kadisnaker Seharusnya Bela Buruh, Bukan Bermain Dengan Chevron 

Mengenai Kadisnaker Riau, Rasyidin SH yang tak berkutik terhadap permasalahan ketenagakerjaan ini, Presiden SARBUMUSI, Syaiful Bahri Anshori yang juga duduk di Komisi I DPR RI menyebutkan bahwa dari awal SARBUMUSI sudah wanti-wanti dan mengingatkan kepada semua Perusahaan yang ada di Indonesia, baik swasta dalam negeri maupun korporasi asing agar setiap pengambilan keputusan terutama terkait buruh, agar keputusan tersebut berdasarkan yang telah disepakati bersama, baik UU, Permen, Kepmen, PP maupun PKB. 

Syaiful menyayangkan dalam kenyataannya banyak perusahaan yang tidak mematuhi itu, termasuk Chevron. "Chevron tidak patuh terhadap UU Ketenagakerjaan RI, oleh karena itu saya berharap Pemerintah bersikap tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak patuh pada UU negara RI," tegasnya. 

Cukup mengherankan baginya adalah mestinya Pemerintah yang justeru membantu buruh dalam menerima hak-haknya malah membela perusahaan. 

"Itulah permasalahan yang harus kita kritisi. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Chevron terutama terkait dengan 'On Call', mestinya Pemerintah harus membela buruh yang telah banyak dirugikan oleh Chevron, karena sampai buruh SARBUMUSI belum mendapatkan hak-haknya secara utuh. Saya sebagai Presiden Konfederasi minta dengan serius agar perusahaan memberikan hak-hak buruh yang secara hukum dilindungi UU. Kalau tidak, kami akan tuntut sampai kapan pun," tegas Wakil Rakyat di senayan yang membidangi pertahanan ini. 

Ketua Umum DPP F-Sarbumusi Mitakikef, Drs. Umrah HM Thaib juga mendesak agar hal ini segera dituntaskan. Dikatakan bahwa Kadisnaker pernah berjanji mengakomodir dan mempertemukan duduk semeja. "Tapi dia yang berjanji, dia pula yang mengingkari," ujar Umrah. 

Anehnya lagi, muncul surat baru yang mengatakan harus bersabar. Jadi persepsi yang timbul adalah bahwa segala kampanye, jargon dan visi misi yang dilontarkan institusi akan berbau hoax di tengah masyarakat. 

Betapa tidak, Nofel SH MH yang merupakan anggota dewan pengupahan Propinsi saja alias orang dalam pun tidak bisa diselesaikan, apalagi buruh-buruh biasa. Artinya, keberadaan Kadisnaker Riau sebagai perpanjangan tangan Pemerintah pusat ini belum menunjukkan dampak yang signifikan bagi masyarakat, kaum buruh khususnya. 

Pihak Terkait Tutup Mulut & Kangkangi UU No.14 Tahun 2008 

Sementara itu, Presiden Direktur PT. Chevron Pacific Indonesia, Albert Simanjuntak yang coba dimintai keterangannya belum berhasil. Email Putera Riau tak kunjung dijawab meskipun sudah satu minggu dikirim ke email pribadi sang Presiden Direktur.
Kantor Chevron di Rumbai, yang menyimpan segudang permasalahan

Dalam hal ini, Putera Riau mencoba menjalankan amanat UU No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik yang mana setiap orang berhak mendapatkan informasi publik, yang nyata-nyata tidak dijalankan oleh Presiden Chevron sekalipun sebagai bagian dari manajemen PT. CPI. 

Demikian pula dengan Kadisnaker Riau, Rasyidin SH yang coba dikonfirmasi Putera Riau tetap mendiamkan permasalahan yang terjadi. Belum ada kebijakan ataupun tindakan apapun terkait persoalan yang sedang menjadi isu nasional dan hangat-hangatnya dibicarakan di pusat. 

Selaku pengemban amanat di instansi yang mengurus masalah ketenagakerjaan, Rasyidin pun belum bisa dikonfirmasi terkait tugas dan tanggung jawabnya. (beni/fadil/pr)
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »