Akhirnya Jelas Sudah, DPP PPP Yang Syah Itu Kepengurusan Djan Faridz

Posted by On Monday, September 04, 2017


Jakarta, (puterariau.com) ---

Terkait masalah internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) No.79/PK/Pdt.Sus-Parpol/2016, tanggal 12 Juni 2017 yang membatalkan putusan MA No.601/K/Pdt.Sus-Parpol/2015, tanggal 2 November 2015 yang menyatakan gugatan intervensi dari penggugat intervensi (pimpinan partai yang berafiliasi dengan kepengurusan PPP di bawah Djan Faridz sebagai Ketua Umum dan Dimyati Natakusumah sebagai sekjen).

Apa implikasi hukum putusan PK tersebut terhadap permasalahan PPP ? Berikut pandangan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva yang dikutip Putera Riau.

Hamdan berpendapat bahwa Putusan MA No.79/PK/Pdt.Sus-Parpol/2016, tanggal 12 Juni 2017 memastikan bahwa sengketa kepengurusan DPP PPP adalah sengketa internal partai yang harus diselesaikan oleh Mahkamah Partai. Dalam hal ini Mahkamah Partai PPP sebagai lembaga peradilan internal partai sebagaimana dimaksud Pasal 32 UU No.2 tahun 2011 tentang Parpol.

Merujuk pada kewenangan Mahkamah Partai PPP yang dimaksud dalam putusan MA No.79/PK/Pdt.Sus-Parpol/2016 tersebut, masalah internal PPP sudah ada putusan Mahkamah Partai PPP yaitu putusan No. 49/PIP/MP-DPP-PPP/2014 tanggal 11 Oktober 2014.

Apa putusan Mahkamah Partai PPP itu ?
Putusan Mahkamah Partai PPP itu antara lain: Pertama, pengurus harian DPP PPP periode 2011-2015 selaku eksekutif PPP di tingkat nasional adalah yang susunan personalianya sesuai hasil Muktamar VII PPP tahun 2011 di Bandung dengan ketua umum Suryadharma Ali dan Sekjen M. Romahurmuziy. 

Kedua, para pihak yang berselisih harus islah untuk menyelesaikan perselisihan internal pengurus harian DPP PPP sebagaimana Fatwa Majelis Syariah yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Majelis Syariah DPP PPP tanggal 27 September 2014 yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Syariah KH Maimun Zubair dan Sekretaris H Anas Thahir. 

Ketiga, semua kebijakan dan kegiatan partai di tingkat nasional hanya sah apabila dilakukan oleh pengurus harian DPP PPP sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) di atas, termasuk untuk penyelenggaraan muktamar PPP. 

Keempat, semua surat keputusan tentang pemberhentian atau pengangkatan terhadap pengurus DPP PPP, DPW, DPC dan pemberhentian keanggotaan PPP yang tidak ditandatangani oleh Ketum Suryadharma Ali dan Sekjen Romahurmuziy yang dibuat dan diterbitkan sejak tanggal 9 September 2014 sampai dengan diputuskannya putusan Mahkamah Partai ini, dinyatakan tidak sah dan dikembalikan kepada kedudukan semula. 

Kelima, muktamar VIII PPP harus diselenggarakan oleh DPP PPP yang didahului dengan rapat pengurus harian DPP PPP untuk membentuk kepanitiaan dan menetapkan tempat diselenggarakan muktamar. 

Surat undangan dan surat-surat lain
berkaitan dengan pelaksanaan muktamar VIII PPP harus ditandatangani oleh Ketum Suryadharma Ali dan Sekjen Romahurmuziy. Apabila tidak dilaksanakan dalam waktu 7 hari setelah dibacakan putusan Mahkamah Partai ini, maka Majelis Syariah mengambil alih tugas dan tanggung jawab pengurus harian DPP PPP untuk mengadakan rapat pengurus harian DPP PPP yang akan menetapkan waktu dan tempat Muktamar VIII PPP.

Apakah para pihak menerima putusan Mahkamah Partai ? Terhadap putusan tersebut, tidak ada keberatan yang diajukan oleh para pihak kepada pengadilan sehingga putusan mahkamah partai memiliki kekuatan hukum final dan mengikat. 

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (5) UU Parpol sebagaimana halnya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Lagi pula berdasarkan Pasal 33 UU Parpol dan Putusan MANo.79/PK/Pdt.Sus-Parpol/2016, tanggal 12 Juni 2017, Putusan Pengadilan Negeri dalam sengketa internal partai adalah putusan tingkat pertama dan terakhir dan hanya diajukan kasasi kepada MA.

Apa yang terjadi setelah keluarnya putusan Mahkamah Partai PPP itu ? Sebagai pelaksana putusan tersebut telah dilaksanakan hal-hal sebagai berikut: 1) para pihak tidak dapat melaksanakan perintah putusan Mahkamah Partai untuk mengadakan rapat harian DPP PPP untuk membentuk kepanitiaan dan menentukan waktu penyelenggaraan muktamar dalam waktu 7 hari sebagaimana batas waktu dan tempat yang ditentukan oleh putusan mahkmah partai. 

Oleh karena itu, Majelis Syariah Partai telah mengambil alih tugas dan tanggung jawab pengurus harian DPP PPP dengan menentukan waktu pelaksanaan muktamar di Jakarta tanggal 30 Oktober 2014 sampai dengan 2 November 2014 dan membentuk panitia muktamar. 

Hasil muktamar tersebut terpilih H. Djan Fariz sebagai ketu umum dan H. Dimyati Natakusumah sebagai sekjen (masa bakti 2014-2018). 

Kedua, berdasarkan kenyataan tersebut menjadi jelas menurut hukum bahwa kepengurusan DPP PPP yang sah adalah kepengurusan yang dilahirkan sesuai dengan Putusan Mahkamah Partai yaitu kepengurusan hasil muktamar Jakarta dengan H. Djan Fariz sebagai ketum dan H. Dimyati Natakusumah sebagai sekjen untuk masa bakti 2014-2019.

Hal tersebut sejalan dengan putusan kasasi MA No.504 K/TUN/2015 tanggal 20 Oktober 2015 yang menyatakan batal kepengurusan DPP PPP hasil muktamar Surabaya (vide SKKemenkumham No. M.HH-07.AH.11.01 tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014) yang menetapkan Romahurmuziy sebagai ketua umum dan Aunur Rofik sebagai sekjen, dan membenarkan kepengurusan DPP PPP hasil muktamar Jakarta.

Berdasar uraian di atas, dengan merujuk pada putusan MANo.79/PK/Pdt.Sus-Parpol/2016, tanggal 12 Juni 2017, secara hukum, Menteri Hukum dan HAM harus mengesahkan kepengurusan DPP PPP hasil muktamar Jakarta dengan ketua umum Djan Fariz dan Sekjen Dimyati Natakusumah.

Adapun Muktamar Pondok Gede yang menghasilkan Romahurmuziy sebagai ketum dan Arsul Sani sebagai Sekjen telah bertentangan dengan putusan MANo.79/PK/Pdt.Sus-Parpol/2016 jo, putusan Mahkamah Partai No.49/PIP/MP-DPP-PPP/2014 tanggal 11 Oktober 2014 dan putusan MANo. 504 K/TUN/2015 tanggal 20 Oktober 2015, karena pelaksanaan Muktamar tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam putusan Mahkamah Partai. 

Oleh karena itu, kepengurusan DPP PPP yang terbentuk dari hasil Muktamar Pondok Gede cacat hukum dan harus dibatalkan. Dan yang syah secara hukum dan konstitusi adalah DPP PPP kepengurusan H. Djan Faridz, fakta apa lagi yang harus disembunyikan ? (pr/rls/rmol)


back to top